Manado, CyberSulut.com
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut masih merekap
potensi kerugian negara yang ‘dipersembahkan’ tujuh daerah (Manado,
Bolsel, Boltim, Minsel, Minut, Mitra, Tomohon) meraih disclaimer. Hanya
saja, diperkirakan angkanya menembus ratusan miliar. “Masih sedang
direkap. Besok (hari ini) sudah selesai,” kata Kepala BPK RI Perwakilan
Sulut Rochmadi Saptogiri
Ambil
contoh Minahasa Selatan. Pada 2010 lalu atau sebelum masa pemerintahan
Bupati Minsel Christiany Eugenia Paruntu, kurang lebih Rp80 miliar
diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Belum lagi Tomohon yang tahun
2010 lalu dinakhodai Jefferson Rumajar dan Gerson Mamuaja disinyalir
puluhan miliar kerugian negara.
Proses
hukum sudah berproses di Minsel dan Tomohon yang sedang ditangani Polda
Sulut. Bahkan Polda sudah melakukan penahanan terhadap sejumlah
pejabat dan mantan pejabat. Sedangkan Pemkot Manado sedang ditangani
Kejaksaan Negeri (Kejari).
Rochmadi
menjelaskan, masalah utang merupakan salah satu hal utama yang masih
jadi kendala daerah-daerah yang memperoleh opini disclaimer. “Di lima
daerah ini (Minut, Boltim, Minsel, Mitra dan Tomohon) masih masalah
pencatatan utang. Ini cukup menyedihkan.
Baik
utang kepada pihak ketiga maupun kepada negara,” ujarnya. Selain itu,
masalah aset juga sangat mengganggu dan telah jadi kasus di kementerian.
"Pemerintah daerah harus menyelesaikannya.
Langkah
pertama adalah semestinya pemerintahan daerah memetakan persoalan aset
itu. Masalah aset bukan hanya kaitannya dengan aset hilang, rusak atau
tanah yang belum bersertifikat. Yang pertama kali dilakukan adalah
diinventarisir dulu permasalahan aset itu,” urai Rochmadi.
Setelah
diinventarisasi, akan diketahui apakah ada aset yang tidak tercatat,
atau tercatat tapi tidak ada barangnya, atau hilang. Kalau hilang, ada
kemungkinan, pertama, adalah siapa yang bertanggungjawab. Aset hilang
ini bisa karena macam-macam, apakah memang tidak diketahui
keberadaannya, atau dibawa oleh orang yang dulu bertanggungjawab.
Bagaimana
menyelesaikannya supaya tidak menggantung terus dan tidak menjadi
masalah? "Ini ada kaitannya dengan administratif. Kalau hilang karena
penggelapan pencurian, atau ada masalah berkaitan dengan hukum, harus
diselesaikan.
Paling
tidak dijelaskan dalam laporan keuangan bahwa ada aset sekian tapi di
dalam catatan tidak ada, atau catatannya ada barangnya tidak ada.
Jelaskan dalam laporan keuangan, disertai penjelasan mengenai apa yang
telah dilakukan, diungkap dalam laporan keuangan,” sarannya.
Bagaimana
kalau rusak? “Harus segera diselesaikan apakah dalam proses penghapusan
atau diusulkan untuk dihapuskan supaya tidak menjadi beban di laporan
keuangan," tuturnya. Bagaimana caranya? Pemerintah daerah yang
menentukan,” simpul Rochmadi.
Persoalan
aset lainnya terkait pemekaran daerah. “Ada aset masih diakui di
pemerintah daerah A tetapi itu sudah diserahkan kepada pemerintah B, ini
ada di banyak daerah pemekaran. Namun ini harus diselesaikan.
Bagaimana
proses penyelesaiannya, kita serahkan kepada mekanisme yang ada.
Intinya kita inventarisir dulu masalahnya baru dibikin perencanaan
penyelesaian atas masalah ini. Bagaimana penyelesaiannya, kami
menyarankan kepada pemerintah daerah untuk membuat tim pembenahan aset
daerah,” imbaunya dengan menambahkan, tim ini dibentuk untuk melakukan
pembenahan secara menyeluruh terhadap pengelolaan aset daerah.
Seperti
diberitakan kemarin, BPK Perwakilan Sulut menyatakan Tidak Memberikan
Pendapat (TMP/disclaimer) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) 2010 Minut, Boltim, Minsel, Mitra dan Tomohon. Masuknya 5 daerah
dalam daftar disclaimer ini membuat ada 7 daerah di Sulut yang
berprestasi buruk itu. Sebelumnya, Manado dan Bolsel juga menyandang
predikat itu.
Lebih
lanjut, Rochmadi kembali menegaskan kebiasaan-kebiasaan membuat
pengeluaran tanpa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan Surat
Perintah Membayar (SPM) ternyata masih ‘membudaya’ di beberapa
kabupaten/kota.
Temuan
lainnya adalah pengelolaan kas. “Semestinya sudah harus selesai. Tolong
catat bahwa pengelolaan kas yang pertama yang biasanya terjadi adalah
ketidaktertiban bendahara menyetorkan sisa kas per 31 Desember,”
tuturnya,
Dia
menyarankan bupati atau wali kota untuk membuat surat edaran yang
menyatakan bahwa seluruh kas dibatasi per 31 Desember. “Jadi yang masih
dikelola oleh bendahara pengeluaran diberi batas waktu Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) terakhir per tanggal tertentu. Dengan adanya
pembatasan itu, akan jelas sisa persediaan di bendahara berapa dan itu
yang harus dikembalikan ke kas daerah.
Kepala
inspektorat Minsel Denny Kaligis mengakui belum tertibnya
administrasi. “Itulah mengapa sampai disebut disclaimer. Tak dipungkiri
masih ada saja pihak-pihak yang meremehkan dengan hal-hal seperti itu,”
ujar Kaligis seraya menyebut sekarang ini pengaturan keuangan di Pemkab
Minsel sudah baik.
“Tapi
itu juga tergantung dari masing-masing SKPD, kalau mereka (SKPD,red)
tidak tertib administrasi, maka wajar jika Minsel mendapat disclaimer
dari BPK,” jelasnya sambil menyebutkan bupati tetap melakukan evaluasi
dan penilaian terhadap mereka dan akan mengambil tindakan tegas.
“Sebagai langkah tepat untuk menghindari hal-hal yang tidak ingin
terjadi, setiap SKPD harus memiliki komitmen yang sama dan seragam,”
ujarnya. (mp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar