Rabu, 21 Desember 2011

Manado, CyberSulut.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut masih merekap potensi kerugian negara yang ‘dipersembahkan’ tujuh daerah (Manado, Bolsel, Boltim, Minsel, Minut, Mitra, Tomohon) meraih disclaimer. Hanya saja, diperkirakan angkanya menembus ratusan miliar. “Masih sedang direkap. Besok (hari ini) sudah selesai,” kata Kepala BPK RI Perwakilan Sulut Rochmadi Saptogiri

Ambil contoh Minahasa Selatan. Pada 2010 lalu atau sebelum masa pemerintahan Bupati Minsel Christiany Eugenia Paruntu, kurang lebih Rp80 miliar diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Belum lagi Tomohon yang tahun 2010 lalu dinakhodai Jefferson Rumajar dan Gerson Mamuaja disinyalir puluhan miliar kerugian negara.

Proses hukum sudah berproses di Minsel dan Tomohon yang sedang ditangani Polda Sulut.  Bahkan Polda sudah melakukan penahanan terhadap sejumlah pejabat dan mantan pejabat. Sedangkan Pemkot Manado sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari).

Rochmadi menjelaskan, masalah utang merupakan salah satu hal utama yang masih jadi kendala daerah-daerah yang memperoleh opini disclaimer. “Di lima daerah ini (Minut, Boltim, Minsel, Mitra dan Tomohon) masih masalah pencatatan utang. Ini cukup menyedihkan.

Baik utang kepada pihak ketiga maupun kepada negara,” ujarnya. Selain itu, masalah aset juga sangat mengganggu dan telah jadi kasus di kementerian. "Pemerintah daerah harus menyelesaikannya.

Langkah pertama adalah semestinya pemerintahan daerah memetakan persoalan aset itu. Masalah aset bukan hanya kaitannya dengan aset hilang, rusak atau tanah yang belum bersertifikat. Yang pertama kali dilakukan adalah diinventarisir dulu permasalahan aset itu,” urai Rochmadi.

Setelah diinventarisasi, akan diketahui apakah ada aset yang tidak tercatat, atau tercatat tapi tidak ada barangnya, atau hilang. Kalau hilang, ada kemungkinan, pertama, adalah siapa yang bertanggungjawab. Aset hilang ini bisa karena macam-macam, apakah memang tidak diketahui keberadaannya, atau dibawa oleh orang yang dulu bertanggungjawab.

Bagaimana menyelesaikannya supaya tidak menggantung terus dan tidak menjadi masalah? "Ini ada kaitannya dengan administratif. Kalau hilang karena penggelapan pencurian, atau ada masalah berkaitan dengan hukum, harus diselesaikan.

Paling tidak dijelaskan dalam laporan keuangan bahwa ada aset sekian tapi di dalam catatan tidak ada, atau catatannya ada barangnya tidak ada. Jelaskan dalam laporan keuangan, disertai penjelasan mengenai apa yang telah dilakukan, diungkap dalam laporan keuangan,” sarannya.

Bagaimana kalau rusak? “Harus segera diselesaikan apakah dalam proses penghapusan atau diusulkan untuk dihapuskan supaya tidak menjadi beban di laporan keuangan," tuturnya. Bagaimana caranya? Pemerintah daerah yang menentukan,” simpul Rochmadi.

Persoalan aset lainnya terkait pemekaran daerah. “Ada aset masih diakui di pemerintah daerah A tetapi itu sudah diserahkan kepada pemerintah B, ini ada di banyak daerah pemekaran. Namun ini harus diselesaikan.

Bagaimana proses penyelesaiannya, kita serahkan kepada mekanisme yang ada. Intinya kita inventarisir dulu masalahnya baru dibikin perencanaan penyelesaian atas masalah ini. Bagaimana penyelesaiannya, kami menyarankan kepada pemerintah daerah untuk membuat tim pembenahan aset daerah,” imbaunya dengan menambahkan, tim ini dibentuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pengelolaan aset daerah.

Seperti diberitakan kemarin, BPK Perwakilan Sulut menyatakan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/disclaimer) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2010 Minut, Boltim, Minsel, Mitra dan Tomohon. Masuknya 5 daerah dalam daftar disclaimer ini membuat ada 7 daerah di Sulut yang berprestasi buruk itu. Sebelumnya, Manado dan Bolsel juga menyandang predikat itu.

Lebih lanjut, Rochmadi kembali menegaskan kebiasaan-kebiasaan membuat pengeluaran tanpa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan Surat Perintah Membayar (SPM) ternyata masih ‘membudaya’ di beberapa kabupaten/kota.

Temuan lainnya adalah pengelolaan kas. “Semestinya sudah harus selesai. Tolong catat bahwa pengelolaan kas yang pertama yang biasanya terjadi adalah ketidaktertiban bendahara menyetorkan sisa kas per 31 Desember,” tuturnya,

Dia menyarankan bupati atau wali kota untuk membuat surat edaran yang menyatakan bahwa seluruh kas dibatasi per 31 Desember. “Jadi yang masih dikelola oleh bendahara pengeluaran diberi  batas waktu Surat Pertanggungjawaban (SPJ) terakhir per tanggal tertentu. Dengan adanya pembatasan itu, akan jelas sisa persediaan di bendahara berapa dan itu yang harus dikembalikan ke kas daerah.

Kepala inspektorat Minsel Denny Kaligis mengakui belum tertibnya administrasi.  “Itulah mengapa sampai disebut disclaimer. Tak dipungkiri masih ada saja pihak-pihak yang meremehkan dengan hal-hal seperti itu,” ujar Kaligis seraya menyebut sekarang ini pengaturan keuangan di Pemkab Minsel sudah baik.

“Tapi itu juga  tergantung dari masing-masing SKPD, kalau mereka (SKPD,red) tidak tertib administrasi, maka wajar  jika Minsel mendapat disclaimer dari BPK,” jelasnya sambil menyebutkan bupati tetap melakukan evaluasi dan penilaian terhadap mereka dan akan mengambil tindakan tegas. “Sebagai langkah tepat untuk menghindari hal-hal yang tidak ingin terjadi, setiap SKPD harus memiliki komitmen yang sama dan seragam,” ujarnya. (mp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar